Senin, 12 Desember 2016

HADITS

BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-Qur’an dan kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi sumber tersebut. Al-Qur’an sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat.
Hadits pada awalnya hanyalah sebuah literatur yang mencakup semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Persetujuan Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang pada zamannya, dan gambaran-gambaran tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
            Setelah Nabi wafat pada tahun 10 H., islam merasakan kehilangan yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW. Yang dianggap sebagai yang memiliki otaritas ajaran islam, dengan kematiannya umat merasakan otoritas. Hanya Al-Qur’an satu-satunya sumber informasi yang tersedia untuk memecahkan berbagai persoalan yang muncul di tengah-tengah umat islam yang masih muda itu, wahyu-wahyu ilahi, meskipun sudah dicatat, belum disusun dengan baik, dan belum dapat diperoleh atau tersedia secara materil ketika Nabi Muahammad SAW. wafat. Wahyu-wahyu dalam Al-Qur’an yang sangat sedikit sekali mengandung petunjuk yang praktis untuk dijadikan prinsip pembimbing yang umum dalam berbagai aktivitas. Khalifah-khalifah awal membimbing kaum muslim dengan semangat Nabi, meskipun terkadang bersandar pada penilaian pribadi mereka. Namun, setelah beberapa lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan yang tidak dapat lagi mereka pecahkan sendiri, mereka mulai menjadikan sunnah, seperti yang merupakan kebiasaan perilaku Nabi sebagai acuan dan contoh dalam memutuskan suatu masalah. Sunnah yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan sahabat tersebut dijadikan sebagai bagian dari referensi penting setelah Al-Qur’an. Bentuk-bentuk kumpulan hafalan inilah yang kemudian disebut dengan hadits.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Hadits ?
2.      Bagaimana Perkembangan dan Pertumbuhan Hadist Pada Periode Keempat ?
3.      Bagaimana Kodifikasi hadis periode mutaakhkhirin ?
BAB II
PEMBAHASAN

1.        Sejarah Perkembangan Hadits
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.[1] Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode.Adapun para`ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.[2]
M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode,[3] sejak periode Nabi SAW hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.
          Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisandan  pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW[4]
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H,[5] Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukandan  mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar- Al-Laits, Al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[6]
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing.Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadits.[7] Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.
Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
            Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :
1.        Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2.        Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3.        Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)
4.        Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
5.        Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
6.        Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7.        Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
8.        Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9.        Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
10.    Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).[8]


Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya [9]cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1.        Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95 H-179 H);
2.        Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
3.        Al-jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
4.        Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
5.        Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
6.        Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
7.        Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
8.        Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
9.        Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10.    A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11.    Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12.    Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
13.    Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.[10]
Kodifikasi hadis periode mutaakhkhirin
Yang dimaksud dengan mutaakhkhirin adalah periode anatara Abab IV-VII Hijriyah. Periode ini di sebut dengan masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan penghimpunan hadis-hadis Nabi saw. Periode ini terjadi pada masa dinasti ’Abbasiyah angkatan ke dua yaitu pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah sampai al-Mu’tasim Billah.
Pada periode ini daulah Islamiyyah mulai melemah dan akhirnya runtuh, tetapi tudak mempengaruhi kegiatan ulama dalam melestarikan hadis, sebab tidak sedikit ulama pada periode ini menekuni dan bersungguh-sungguh dalam memelihara dan mengembangkan hadis.
Pada periode ini ulama pada umumnya hanya berpegang pada kitab-kitab hadis terdahulu, sebab pada IV H hadis-hadis telah terkodifikasi dalam bentuk kitab sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu. Kegiatan ulama yang paling menonjol pada periode ini dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan hadis Nabi saw yang telah terhipun adalah: mempelajarinya, menghaflakannya, memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya, dan menyusun kitab-kitab baru yang dengan tujuan memelihara, menertibkan dan menghimpun segala sanad dan matan yang saling berhubungan, serta yang telah termuat secara terpisah dalam kitab-kitab yang telah disusun oleh mutaqaddimin






















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.
Periode ke empat ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisandan  pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW
Yang dimaksud dengan mutaakhkhirin adalah periode anatara Abab IV-VII Hijriyah. Periode ini di sebut dengan masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan penghimpunan hadis-hadis Nabi saw. Periode ini terjadi pada masa dinasti ’Abbasiyah angkatan ke dua yaitu pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah sampai al-Mu’tas}im Billah.












DAFTAR PUSTAKA

Aglayanah, Al-Makki, Metode Pengajaran Hadits: Pada Tiga Abad Pertama, terj. Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta : Granada Nadia. 1995
Ahmad, Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005
Al-Baghdadi, Abd. Al- Qahir. Al-Farq baina Al-Firaq. Editor M.S. Kailani. Beirut : Dar Al-Ma’arifah. 1983
Al-Hadi, Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd Al-Qadir.tt. Thariqu Takhriq Hadits Rasulullah ‘Alaihi Wasallam. Darul Ikhtisam.
IsmaiI,Syuhudi. Kaidah Kesahihan sanad hadist.Jakarta: Bulan Bintang.1995
Shiddiqiey,TM.Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.Semarang: Pustaka Rizki Putra.2001
Sulaiman,Hasan. Abbas, Alwi, Terjemah lbanatul Ahkam Syarh Bulughuf Maram Jilid I.Surabaya: Mutiara iimu.1995
Zuhri, Muhammad. Hadist Nabi, Tela'ah Historisdan  Metodologi.Yogyakarta: Tiara Wacana.2003




[1] Endang Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung; Mimbar Pustaka.2005, hlm. 29.
[2] Ibid. hlm. 30
[3] M. Hasbi Ash-Shidieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.Jakarta: Bulan Bintang. 1987. Hlm. 46.
[4] Ibid. hlm. 78-88.
[5] Soetari.Op.cit.hlm.54
[6] Az-Zuhri menerima hadits dari Ibnu ‘Umar, Sahel ibn Sa’ad, Anas ibn Malik, Mahmud Ibn al-Rabi’, Said Ibn Musaiyab, dan Abu Umamah ibn Sahel.
[7] Ibid.hlm. 8
[8] Ibid. hlm. 83

[10]Ibid. hlm. 88.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar